(Zainuddin Tika, SH)
Legenda Sangkuriang dari tanah Sunda
mengisahkan terciptanya Danau Bandung, Gunung Tangkubang Perahu,
Gunung Buranrang dan Gunung Bukit
Tunggul. Untuk mengetahui lebih jauh tentang keindahan panorama alam dan
kreatifitas masyarakat sekitar Gunung Tangkubang perahu sebagai salah satu obyek wisata di Jawa Barat,
baru-baru ini wartawan Bawakaraeng melakukan peliputan di daerah obyek wisata
lagendaris itu.
Gunung Tangkuibang Perahu sebagai
salah satu obyek wisata legendaris di Tanah Sunda, kini sudah tidak asing lagi
bagi masyarakat Indonesia dan masyarakat mancanegara pada umumnya. Setiap
harinya, Tangkubang perahu telah banyak dikunjungi wisatwan baik lokal maupun
mancanegara. Mereka menyaksikan danau Bandung yang berubah menjadi telaga lumpur
panas yang dikelilingi oleh gunung Tangkubang Perahu, Buranrang dan Bukit
Tunggul.
Banyaknya wisatawan yang masuk,
tentu akan menjadi sumber mata
pencaharian dari warga setempat. Untuk masuk ke lokasi tersebut, tiap orang
dikenakan tarif Rp 10.000. saat memasuki pintu gerbang. Jalan menuju Tangkubang
perahu dari Pintu gerbang masih sekitar 2 Km. Di Tangkubang perahu itulah,
wisatawan dapat menyaksikan panorama alam pegunungan dan danau lumpur panas
tersebut.
Selain itu, yang perlu mendapat perhatian adalah kreatifitas warga setempat
untuk membuat berbagai kerajinan tangan, mulai dari gantungan kunci, baju kaos
wisata, pemanfaatan limbah kayu menjadi
patung macan, bebek, bunga-bunga dan masih banyak jenis kreatifitas
lainnya yang harganya terjabngkau masyarakat ekonomi lemah. Kerajinan tangan
tersebut, ada yang dijual di lods atau warung juga ada yang dijual oleh
pedagang kakilima.
Dewi, salah seorang penjaga Gunung Tangkubang Perahu, menceritakan, salah
satu daya tarik obyek wisata Tangkubang
perahu, karena memiliki legenda yang
sangat diyakini oleh masyarakat Sunda
sebagai asal mula kejadian gunung
ini.
Di Kabupaten Gowa, juga memiliki aneka ragam obyek wisata yang memiliki
cerita legenda, seperti Gunung Bawa Karaeng, Legenda danau mawang dengan kisah
I Tambak Laulung dan masih banyak lainnya.
Kalau obyek wisata tersebut dikemas dengan baik, akan bisa mengundang wisatawan untuk berkunjung ke
Gowa.
Bagaimana ceritanya? Awalnya ada sepasang dewa dewi dari negeri kayangan
yang berbuat kesalahan. Dari perbuatan itu, Sang Hyang Tunggal mengutuk kedua
dewa dewi itu dan diturunkan ke bumi dalam wujud hewan. Sang Dewa berubah wujud
menjadi anjing yang diberi nama Si Tumang, sedang Sang Dewi berubah wujud
menjadi babi
dan diberi nama Celeng Wayung Hyang.
Kedua dewa dewi ini terus berdo’a
dan bertapa dibawah pohon beringin kepada Dewata agar diampuni dan
dikembalikan ke wujud semula sebagai dewa dewi. Suatu ketika, ada seorang Raja
bernama Sungging Perbangkara sedang berburu rusa di hutan. Sang Raja kemudian
kencing di sebuah tempat dan air seninya tertampung di tempurung kelapa yang
ada dekat Dewi Celeng Wayung Hyang itu.
Merasa kehausan dalam bertapa,
Dewi Celeng Hyang langsung meminum air seni sang Raja itu. Akibatnya,
perut Dewi Celeng Hyang membuncit dan hamil. Beberapa bulan kemudian ia melahirkan seorang bayi putri yang sangat cantik. Bayi itu
kemudian ditelantarkan dan ditemukan kembali oleh sang Raja Sungging Perbangkara.
Bayi itu kemudian dipelihara oleh sang raja dan
diberi nama Dayang Sumbi atau Rarasati.
Singkat cerita, Dayang Sumbi kemudian tumbuh dewasa menjadi gadis yang
sangat cantik jelita. Banyak anak Raja
yang meminang putri Raja Perbangkara itu, tapi tak satupun yang menarik
dihatinya. Akbatnya, beberapa kerajaan di sekitar itu berperang untuk
mendapatkan tuan putri Dayang Sumbi.
Dalam kondisi demikian, Dayang Sumbi pamit pada ayahnya Raja Purbangkara
untuk mengasingkan diri masuk ke hutan. Ia ditemani oleh si Tumang, dewa yang
berubah wujud anjing . Di tengah hutan,
Dayang Sumbi meneruskan pekerjaannya menenun kain, tiba-tiba terompong (salah satu alat tenun) terjatuh.
Dengan tidak sadar, tuan putri lalu berkata, siapa yang bisa mengambil terompong itu, kalau laki-laki dijadikan
suaminya dan kalau perempuan dijadikan saudarinya. Si Tumang langsung mengambil
terompong tersebut lalu diberikan pada tuan putri. Konsekwensi dari ucapannya
itu, Dayang Sumbi harus mengawini Si Tumang, dewa yang berwujud anjing itu.
Setiap berhubungan, Si Tumang kembali pada wujud aslinya sebagai dewa.
Aklhirnya Dayang Sumbi mengandung dan melahirkan seorang bayi laki-laki. Bayi
itu kemudian diberi nama Sangkuriang.
Singkat cerita, Sangkuriang akhirnya tumbuh menjadi anak-anak. Ia pintar
berburu. Suatu saat, Dayang Sumbi mengidamkan makan hati binatang buruan. Sangkuriang masuk ke
hutan ditemani si Tumang. Dalam perburuan
itu, tak satupun babi hutan maupun rusa yang muncul. Suatu ketika, ia melihat
seekor babi hutan yang lewat, babi itu tak lain adalah Dewi Celeng Wayung
Hyang. Sangkuriang menyuruh si Tumang
memburu babi tersebut, tapi setelah mengetahui
bahwa babi itu adalah Celeng
Wayung maka ia mundur.. Tindakan Si Tumang
mundur, membuat Sangkuriang marah.
Sangkuriang kemudian bercanda memainkan
anak panah dan mengarahkan pada si Tumang, tiba-tiba anak panah itu terlepas
dari tangannya dan langsung membusur badan si Tumang, kontan, Tumang mati
terbunuh. Melihat si Tumang tak bernyawa, Sangkuriang kemudian membelah badan
si Tumang lalu mengambil hatinya. Hati si Tumang itu kemudian diberikan kepada
ibunya Dayang Sumbi.
Namun ketika Dayang Sumbi memakan hati pemberian anaknya, kemudian terdengar berita bahwa si Tumang mati dan
hatinya diambil oleh Sangkuriang. Kontan ibunya marah dan memukul Sangkuriang
dengan gayung yang terbuat dari tempurung kelapa. Dari pukulan itu,
membuat kepala Sangkuriang mengeluarkan
darah. Karena takut, Sangkuriang kemudian mengembara ke berbagai negara. Sang
Ibu yang menyesali perbuatannya memukul anaknya dan menyuruh pergi, kemudian
masuk hutan mencari anaknya namun tak ditemui.
Dalam pelarian itu, Sangkuriang banyak bertapa dan berguru. Iapun tumbuh
menjadi seorang pemuda yang gagah,
tampan dan pemberani. Sang Ibu Dayang Sumbi kemudian bertapa dan berdo’a pada
Sang Hyang Tunggal, agar dipertemukan anaknya Sangkuriang. Setelah beberapa
tahun lamanya, Sangkuriang kembali ke tempat semula dimana ibunya sedang
bertapa.
Setelah kembali, Sangkuriang melihat ibunya sebagai sosok wanita yang sangat cantik jelita. Ia mengira
Dayang Sumbi adalah putri yang tersesat di tengah hutan. Demikian halnya Dayang Sumbi mengenal
Sangkuriang sebagai sosok pemuda yang tampan. Keduanya salng jatuh cinta.
Namun ketika kedua insan sejoli ini sedang bermesraan, dimana Sangkurian
yang sedang tertidur diatas pangkuan Dayang Sumbi. Secara tidak sengaja, Dayang
sumbi kemudian membelai rambut
Sangkuriang dan dilihatnya ada luka bekas pukulan. Dari situlah Dayang Sumbi mulai sadar, bahwa pemuda yang
dicintainya itu tak lain adalah anaknya sendiri.
Dayang Sumbi kemudian mulai membuka jarak, namun karena sudah terlanjur cinta, Sangkuriang bertelad
untuk mengawini Dayang Sumbi. Karerna
selalu didesak, Dayang Sumbi kemudian berdo’a pada dewata agar perkawinannya
dibatalkan. Iapun bersedia menuruti keinginan Sangkuriang menikah dengannya
tetapi dengan syarat pinangnnya tak mungkin bisa dipenuhi Sangkuriang: Dayang
Sumbi minta dibuatkan perahu dan telaga (danau) dalam waktu semalaman dengan
membendung sungai Citarum.
Persyaratan itu, Sangkuriang siap menyanggupinya. Untuk membuat perahu, Sangkuriang
menebang sebuah pohon besar yang tumbuh di arah timur. Tunggul pokok pohon itu
berubah menjadi gunung Bukit Tunggul. Rantingnya
ditumpukkan di sebelah Barat dan menjadi Gunung Buranrang. Dengan batuan para
Guriang (mahluk halus), bendunganpun hampir selesai dikerjakan. Dayang Sumbi
kemudian memohon pada Dewata agar niat Sangkuriang tidak terlaksana. Dayang
Sumbi kemudian menebarkan helai kain boek rarang (kain putih). Kain putih itu
kemudian bersinar bagai fajar di ufuk timur yang menyebabkan guriang mahlkuk
halus yang membantu Sangkuriang , lari
ketakutan karena takut terkena cahaya pagi,
Karena gagal memenuhi syarat yang diminta Dayang Sumbi, Sangkuriang marah
besar dan mengamuk . Ia kemudian menjebol bendungan di Sang Hyang Tikoro,
sumbat aliran sungai Citarum dilemparkan
ke arah timur dan menjelama menjadi gunung
Manglayang. Air telaga bendungpun menjadi surut dan berubah menjadi
danau kering. Perahu yang bersusah payah dibuat semalaman ditendang ke arah
utara dan berubah wujud menjadi gunung Tangkubang Perahu.
Sangkuriang kemudian mengejar Dayang Sumbi yang lari ke arah gunung putri.
Ia hampir tertangkap dari kejaran Sangkuriang, namun ia ditolong oleh dewata
dan diubah wujudnya menjadi setangkai
bunga jaksi di puncak gunung Putri.
Sangkuriang terus mecari dan sampai di suatu tempat namanya Ujung Berung,
disanalah Sangkuriang hilang secara gaib.*(z.tika).
.*.