Jamila Daeng Tamema Srikandi Kerajaan Gowa Jadi Ratu di Manggarai

   


 Pada abad 16 dan 17 silam merupakani puncak kejayaan Kerajaan Gowa. Pada masa itu, Gowa telah banyak melakukan ekspansi di berbagai kerajaan di wilayah tumur nusantara ini, disamping menggalang hubungan persaudaraan dengan  raja-raja di Nusantara ini. Seperti halnya beberapa kerajaan di Nusa Tenggara ,  seperti Kerajaan Bima, Sumbawa dan Manggarai.
Dalam Lontara disebutkan, ada beberapa Raja Gowa yang pernah menjalin hubungan baik dengan Kerajaan di Nusa Tenggara, seperti Raja Gowa XII bernama I Manggorai Daeng Mammeta Karaengta  Bontolangkasa. Dalam Lontara Patturioloangna Tu Gowaya disebutkan, Raja I Manggorai Daeng Mammeta  selain menggalang hubungan persahabatan dengan beberapa Kerajaan di Nusa Tenggara, juga mengawini putri bangsawan Bima di Manggarai. Dari  perkawinan itulah sehingga tali persaudaraan antara kedua kerajaan semakin merekat.
Raja I Manggorai kemudian kawin dengan putri bangsawan Bima. Turunannya kemudian mengabadikan nama nenek moyangnya pada salah satu kerajaan yang ditaklukkan oleh Kerajaan Gowa, yakni Manggarai. Konon kabarnya, Manggarai diambil dari nama Raja I Manggorai dan kemudian  berubah menjadi Manggarai seperti sekarang ini.
Perubahan nama Kerajaan Manggorai menjadi Manggarai terjadi ketika pasukan Kerajaan Gowa yang dipimpin oleh Srikandi Jamila Daeng Tamema memasuki wilayah daratan Manggarai. Saat itu kaum nelayan sedang asyiknya menangkap ikan di sepanjang pantai Manggarai.  Serbuan prajurit Kerajaan Gowa yang dipimpin oleh  Jamila daenmg Tamema membuat kaum nelayan ketakutan dan berlarian.  Kaum nelayan  berteriak dan mengajak temannya untuk lari dengan kata-kata “ Mangga.... dan Rai...” yang berarti angkat jangkar dan lari. Dari teriakan tersebut, warga prajurit Kerajaan Gowa kemudian menamakan daerah itu dengan nama Manggarai.
Penguasaan beberapa wilayah kerajaan di wilayah timur Nusantara ini tidaklah terlepas dari keberanian prajurit Kerajaan Gowa, termasuk  Pasukan Srikandi yang dipimpin oleh Jamila Daeng Tamema. Jamila yang anggotanya terdiri dari kaum perempuan yang bersenjatakan Balira (salah satu alat tenun kain yang terkenal kesaktiannya dan sangat ditakuti oleh musuh).
Dalam melakukan serangan ke daerah Manggarai, Jamila Daeng Tamema  dibantu oleh orang-orang kepercayaannya yang menguasai daerah itu. Dia adalah Supandri Daeng Lara, bersama  pasukannya melakukan penyerbuan ka daratan Manggarai. Dalam serangan itu, mengakibatkan korban berjatuhan di kedua belah pihak..
Jamila Daeng Tamema dan  Panglimanya Supandri Daeng Lara dikenal sebagai orang yang memiliki ilmu bela diri yang sangat hebat. Mereka memiliki ilmu yang bisa lenyap seketika. Disaat musuh mengepungnya, Jamila dan Supandi serta prajurit yang dipimpinnya bisa lenyap seketika, sehingga mereka bisa selamat dari kepungan musuh. Selain itu, Jamila juga memiliki ilmu terbang. Ia bisa terbang bagai burung dari datu pohon ke pohon lainnya, sehingga  sangat menyulitkan bagi musuh-musuhnya untuk menyergapnya dan seketika itu juga Jamila  bisa melakukan serangan mendadak dan membasmi musuh-musuhnya.
Jamila memiliki sebuah senjata sakti, namanya Molas Kole. Senjata Molas Kole ini sejenis senjata tajam (keris) yang bisa terbang kesana kemari untuk membunuh musuh-musuhnya. Setelah semua musuh lumpuh, maka Molas Kole kemudian kembali ke sarung pemiliknya.
Dr Junaedi Zakaria, salah seorang tokoh masyarakat Bima menceritakan, perjalanan pasukan Balira pimpinan Jamila Daeng Tamema dari Kerajaan Gowa menuju Manggarai, hanya menggunakan sebuah bantang kayu yang berukuran besar. Ketika  batang kayu yang ditumpangi itu sampai di laut Flores, batang kayu itu pecah dihantam ombak.
Menurut cerita legenda masyarakat  Manggarai, ketika perahu prajurit Kerajaan Gowa mengalami musibah, maka tiba-tiba datang pertolongan Tuhan. Sekelompok ikan Balanak datang menolong Jamila Daeng Tamema beserta prajuritnya, hingga  sampai ke daratan Manggarai. Suatu  keajaiban, perjalanan  menuju Mangarai bisa memakan waktu  2 – 3 hari, tapi pada musibah itu, perjalanan hanya  ditempuh semalaman.
Dari jasa ikan Balanak yang menyelamatkan   Jamila Daeng Tamema dan pasukannya hingga sampai ke daratan Manggarai, menjadi  mitos bagi masyarakat Manggarai. Sebagian dari mereka  pantan memakan ikan Balanak, karena ikan itu dianggap berjasa. Kapan mereka memakan ikan balanak, mereka akan belang-belang di kulitnya, gatal-gatal, mabuk dalam perjalanan dan muntah-muntah.
Kedatangan  Jamila Daeng Tamema ke daratan Manggarai sempat mendapat perlawanan dari masyarakat di beberapa kerajaan kecil di daerah itu. Pada saat itu, pimpinan pasukan Jamila Daeng Tamema dalam keadaan terdesak, karena dikepung oleh musuh di empat penjuru. Dalam kondisi seperti itu, menurut Dr Junaedi, Jamila Daeng Tamema kemudian masuk ke sebuah gua. Gua tempat persembunyian Jamila sejak dulu hingga kini disebut Gua Batok.Dan Jamila sel;amat dari persembunyian itu.
Sementara itu, pasukan Jamila  yang dipimpin oleh Supandri Daeng Lara terus melakukan perlawanan. Berkat keberanian dari pasukan Jamila, akhirnya Manggarai dapat ditaklukkan. Ketika Manggarai takluk, maka para tokoh masyarakat setempat  sepakat untuk mengangkat Jamila Daeng Tamema sebagai Raja mereka dan memberinya gelar kebangsawanan  dengan gelar ‘Papu”.  Sedang saudaranya Supandri Daeng Lara diangkat menjadi Panglima Perang di Kerajaan Manggarai.
Setelah melihat Kerajaan Manggarai semakin maju dibawah pimpinan  Papu Jamila Daeng Tamema , maka datanglah empat  utusan Kerajaan Bima yang berambisi untuk merebut kembali Kerajaan Manggarai, mereka adalah Turu Skuru,  Mangge Maci, Nangalere, Jene Lewoha. Keempat utusan ini  sepakat untuk menyatukan kekuatan untuk merebut Manggarai. Namun dalam setiap melakukan serangan, selalu dipatahkan oleh pasukan Srikandi dan pasukan Tubarani pimpinan  Supandri Daeng Lara.,
Keempat utusan Raja Bima  menurut Dr Junaedi, masing-masing memiliki keahlian dalam berperang. Keahlian Turu Skuru bisa membuat bumi ini terguncang (gempa) yang membuat musuh berjatuhan. Mangge Maci keahliannya bisa membuat musuh yang menghadangnya langsung sakit perut sehingga musuh tak mampu berbuat apa-apa karena kesakitan. Keahlian  Nangalere bisa membelah bumi  sehingga musuh bisa berjatuhan ke bumi yang terbelah itu. Keahlian Jene Lewaho adalah penembak jitu, setiap tembakan yang diarahkan ke musuhnya  selalu tepat sasaran. Namun keahlian yang dimiliki oleh keempat utusan Kerajaan Bima itu tidak bisa bisa berfungsi dengan baik ketika menghadapi pasukan Jamila Daeng Tamema. Keberanian pasukan Balira Srikandi dapat dengan mudah mematahkan perlawanan yang sangat membahayakan itu.
Ketika Jamila Daeng Tamema berkuasa, ada salah seorang putra Bima dimana ayahnya bernama Ade Arangang pernah menjadi pasukan Angkatan Laut kerajaan Gowa dan ditempatkan di Galesong. Hasil perkawinan Ade Arangan dengan putri bangsawan Galesong kemudian melahirkan beberapa orang anak, diantaranya Mallarangan Karaeng Gassing. Anaknya kemudian setelah dewasa, kawin dan melahirkan seorang  anak laki-laki bernama Baso Mallarangan. Baso Mallarangang ini setelah dewasa kemudian  berganti nama menjadi Datu Museng.
Saat itu Datu Museng dipersunting  dengan putri Raja Sumbawa bernama  Maipa Deapati. Sebagaimana perkawinan adat Makassar, Sumbawa maupun Bima, setiap melakukan perkawinan,  pihak laki-laki harus memenuhi beberapa persyaratan adat, diantaranya Mas kawin atau mahar.
Saat itu Manggarai dibawah pimpinan Jamila Daeng Tamema sedang diobok-obok oleh keempat utusan Raja Bima ini. Disisi lain perkawinan Datu Museng dan Maipa Deapati juga harus terlaksana. Antara permusuhan merebut Manggarai dan  upaya memperkuat tali kekeluargaan melalui perkawinan, membuat  kedua belah pihak, yakni Raja Gowa dan Raja Sumbawa dan Bima harus mencarikan jalan keluar  dari permasalahan ini.
Perundingan Raja Gowa dengan dengan Raja Bima dan Sumbawa, akhirnya menemukan sebuah solusi, yakni Kerajaan Manggarai dibawah pimpinan Papu Jamila Daeng Tamema, dijadikan mahar atau mas kawin (politik) dari perkawinan Datu Museng dan Maipa Deapati  Tujuan dijadikannya mahar Kerajaan Manggarai dari perkawinan Agung Datu Museng dan Maipa Deapati, agar perselisihan untuk merebut Manggarai bisa segera diakhiri. Karena dengan  dijadikannya Manggarai sebagai Mas kawin Politik, maka semua pihak yang bersengketa bisa memiliki Manggarai, baik dari Kerajaan Gowa, Bima, Sumbawa maupun kerajaan lokal di Manggarai  , semuanya merasa memiliki dan Jamila Daeng Tamema, tetap didudukkan sebagai Ratu di negeri itu. Demikian juga Supandri Daeng Lara tetap memegang jabatan sebagai Panglima perang di kerajaan Manggarai.
Dengan dijadikannya  Manggarai sebagai mas kawin, maka ikatan persahabatan dan tali kekeluargaan antara Kerajaan Gowa, Bima dan Sumbawa serta beberapa kerajaan kecil di Manggarai, akhirnya kuat kembali.  Warga dari tiga kerajaanpun bersahabat. Orang Gowa dapat dengan ebbas  memasuki Maggarai tanpa ada permusuhan, demikian juga orang Bima, Sumbawa dan Manggarai dapat dengan mudah masuk ke Gowa tanpa ada permuusuhan, karena mereka itu dianggap saudara.
Untuk memperkuat tali persahabatan dan menghapus permusuhan antara Gowa dan Bima, maka Panglima Perang Kerajaan Manggarai mewakili Kerajaan Gowa  bersama keempat utusan Kerajaan Bima yakni Turu Skuru, Mangge Maci, Nangalere dan Jene Lewoha kemudian berdamai dan membuat sebuuah perjanjian yang ditulis diatas sebuah batu besar.  Isi perjanjian itu berbunyi,  Hentikan pertumpahan darah di Kerajaan Manggarai dan janganlah zalimi orang-orang Gowa yang ada di Manggarai. Bilamana ikrar ini dilanggar, akan terjadi bencana padanya.
Perjanjian  yang ditulis diatas batu tersebut, kini menjadi mitos bagi warga Manggarai maupun Bima yang  tinggal di daerah itu. Terbukti, ada beberapa turunan dari keempat utusan raja tersebut mencoba melanggar larangan dengan cara ingin merebut kembali Manggarai, dan pada akhirnya mereka  gila atau terkena penyakit yang sangat berbahaya. Batu tempat perjanjian itu, kini masih bisa disaksikan dan menjadi bukti   sejarah persahabatan antara Gowa, Bima, Sumbawa dan Manggarai.

Dr Junaedi Zakaria mengakui, bahwa nenek moyangnya berasal dari Gowa, yakni dari garis keturunan  Supandri Daeng Lara, saudara dari Jamila Daeng Tamema. Dari hasil perkawinan Supandri  Daeng Lara dengan gadis bangsawan Bima membuahkan beberapa orang turunan, hingga ke kakeknya Basoding Daeng Sirua. Basoding menurunkan anak bernama Panti Daeng Waru, seterusnya Panti menurunkan anak bernama Zakaria, dan Zakaria adalah ayah dari Dr Junaedi.* (z.tika)

Penulis: Zainuddin Tika 

12 Responses so far.

  1. Unknown says:

    Selamat malam pa, keturunan daeng tamema sudah ditemukan, bahkan kuburnyapun di mangggarai sudah ditemukan, ada salah satu di manggarai yg merupakan keturunan daeng tamema...ini no hpku klo memang membutuhkan 085238423189

  2. Unknown says:

    assalamu alaikum..saudara bisa masuk ke group suku makassar bersatu atau cari nama facebook ivan anggara yg bergambar pakaian adat gowa.

  3. Unknown says:

    Kami suku limung reok barat. sudah melakukan pemugaran atas kuburan daeng temema, di salah satu bukt.namanya golo kongo... Silahkan datang kami siap menunjukan kuburan beliau.. Hub. 082 236 733 159

  4. Beberap Literasi tak ada yang menunjukkan siapa nama ibu dari jamila daeng tamema, yang merupakan anak dari raja gowa yg ke 12 I Manggorai daeng mammeta, adakah sumber yang bisa menunjukkan siapa nama ibu dari beliau. Ibu dari jamila daeng tamema yangbperna jadi ratu di Bima

  5. Unknown says:

    Betulkah manggarai pernah di jadikan mahar pernikahan

  6. Unknown says:

    Cerita di atas terlalu Banyak fiksinya...
    I Jamila Daeng Tamema putri I Manggorai Somba Gowa ke 12 ,

  7. Unknown says:

    Juka ingin Tau siapa Suaminya Ijanila daeng tamema, cari dataNya di Bima...sebab beliau dikahkan dengan Bangsawan Bima

  8. Unknown says:

    Cerita diatas terlalu banyak Fiksinya

  9. Unknown says:

    maaf..sy jg dr garis keturunan Supandri daeng Lara...perjanjian di atas batu, mungkin maksud anda (batu sumpah lima jari). letaknya di nanga Banda kec.reok kab.manggarai.
    info lebih lanjut, bisa hubungi nomor ini 081314004914, tabe...

  10. Unknown says:

    maaf..sy jg dr garis keturunan Supandri daeng Lara...perjanjian di atas batu, mungkin maksud anda (batu sumpah lima jari). letaknya di nanga Banda kec.reok kab.manggarai.
    info lebih lanjut, bisa hubungi nomor ini 081314004914, tabe...

  11. Bijikatak says:

    Om sekarang dimana ya,,,

  12. Unknown says:

    Ada yg bsa menyusung turunan papu jamila

Leave a Reply