Kisah Karaeng Tulisi dan Karaeng Jipang Dalam Perang Hongitochten di Maluku



Melihat peta Kerajaan Gowa yang menguasai wilayah Timur Nusantara ini pada abad 16 dan 17 silam.  Kala itu, Makassar merupakan kota dunia yang merupakan pusat perdagangan rempah-rempah yang diambil dari wilayah timur , terutama dari Maluku, untuk selanjutnya  dibawa ke Makassar sebagai pelabuhan transito. Dari Makassar, rempah-rempah tersebut diambil oleh pedagang dari berbagai negara   sebagai komoditi ekspor andalan.
Maluku sejak dulu terkenal sebagai penghasil rempah-rempah, terutama cengkeh, pala dan beberapa jenis komoditi andalan lainnya. Disis lai,. Gowa yang memiliki armada perang terkuat di wilayah Timur, menjadi pelindung dari rakyat Maluku terhadap pengaruh asing.  Adanya kerjasama perdagangan hasil bumi  anatara kerajaan Gowa dengan beberapa kerajaan di Maluku,  seperti di kerajaan Morela, membuat kedua kerajaan ini saling menguntungkan. Semua komoditi andalan dari Maluku  dibeli oleh pedagang dari kerajaan Gowa dengan harga yang sangat pantas. Kerjasama inilah membuat rakyat Maluku semakin sejahtera.
Melihat kerjasama yang sangat menguntungkan itu,. Belandapun tergiur dengan rempah-rempah yang ada di Maluku. Pada awal tahun 1600, Pemerintah Belanda mulai berusaha mengadakan hubungan dagang  dengan Gowa, dan baru berhasil pada tahun 1601. Pada tahun 1607 Laksamana Belanda Cornelis Mutelief yang baru saja merebut Maluku dari tangan Portugis, mengirim utusannya Abraham Matyzs untuk mempererat hubungan dagang dan mengajak Gowa bekerjasama menaklukkan Banda  dengan perjanjian bahwa, Belanda yang akan memonopoli rempah-rempah di negeri itu. Tapi ajakan itu ditolak oleh Raja Gowa yang saat itu dijabat oleh I Mangnga’rangi Daeng Manrabbia Sultan Alauddin. Akibat dari penolakan tersebut, hubungan Belanda dan Gowa kian tegang, dan Belanda berusaha memancing permusuhan terbuka. (Syahrul YL dkk, Sejarah, Budaya dan Pariwisata Gowa, hal 30).
Belanda berupaya untuk menguasai perdagagan di Maluku, akan tetapi dengan kekuatan Armada Perang Gowa di Maluku,  membuat belanda sulit untuk menembus pertahanan  Kerajaan Gowa di Maluku.  Dari kondisi itulah, Belanda berencana menutup kantor dagangnya di Makassar.
Hans De Hase, salah seorang Belanda yang pernah mengunjungi Bandar Niaga Sombaopu dan Istana Kertajaan Gowa pada tahun 1614. Karena kurang puas terhadap perdagangan di kerajaan Gowa, maka Hans de Hase mengusulkan agar kantor dagang Kompeni belanda di Makassar ditutup saja. Orang-orang Makasar dianggap sebagai saingan berat dan berbahaya dalam perdagangan  rempah-rempah di Maluku. Bahkan ia menganjurkan, agar semua perahu orang-orang Makassar  di Maluku diserang dan dihancurkan (Ensiklopedi Sejarah Sulsel, hal 92).
Setelah kantor dagang Belanda di Makasar ditutup, Belanda terus berupaya untuk memancing Gowa dalam perang terbuka. Pada tahun 1627 hiungga  1638 mulailah perang terbuka dilakukan  di Perairan Maluku. Tahun 1632 Antony Coen, salah seorang anggota Raad Van Indie (Dewan Hindia) di Batavia datang ke Gowa untuk mengadakan pembicaraan dengan Sultan, akan tetapi perundingan itu gagal.
Tahun 1634 Belanda beruoaya untuk melakukan blokade perdagangan rempah-rempah di Maluku, akan tetapi gagal, karena selalu dipatahkan oleh pasukan kerajaan Gowa dan pasukan Maluku.
Tahun 1634 Belanda melakukan pemusnahan cengkeh dengan maksud supaya tidak terjadi kelebihan produksi yang berakibat menurunnya harga cengkeh di pasaran. Sistem ini mendapat perlawanan  dari rakyat Maluku yang dibantu oleh pasukan dari Kerajaan Gowa, sehingga terjadi perang yang sangat dahsyat. Perang saat itu terkenal dengan nama Hongi Tochten (Ensklopesi Sejarah Sulsel hal 92).
Tahun 1637 Gubernur Jenderal belanda Antony Van Diemen datang ke Gowa dengan armada lautnya dengan maksud  menawarkan perdamaian. Saat tiba di Pelabuhan Sombaopu, Ia mengutus Antony Coen menghadap Sultan, dengan permintaan agar rakyat Gowa dilarang pada tempat yang  dimasuki oleh Belanda, tapi permintaan itu ditolak mentah-mentah oleh Sultan Aluddin, dengan ucapan, Kalau Belanda melakukan pelarangan perdagangan rempah-rempah di Perairan Maluku, maka itu berarti Belanda seolah-olah mengambil nasi  dari mulut kami”.
Dari ucapan Raja Gowa itu, berarti upaya belanda untuk melakukan monopoli perdagangan di perairan Maluku  gagal  Rakyat Gowa dan Maluku lebih suka berperang  sampai titik darah penghabisan, dari pada Belanda  melakukan campur tangan di wilayah kedaulatan Gowa.
 Nanti pada tahun 1637, Belanda berusaha membujuk Sultan agar mau menanda tangani perjanjian yang isinya, perdamaian kekal, perdagangan bebas. Akan tetapi ditambah  satu syarat lagi oleh Sultan, bahwa Belanda tidak boleh mendirikan tempat tinggal permanen di Somba Opu. Perjanjian inilah yang ditandatangani oleh Belanda dengan Kerajaan Gowa.
Perjanjian yang telah ditandatangani antara Raja Gowa dengan Belanda tetap namanya perjanjian, tetapi kenyataannya belanda justru mengingkarinya. Mereka memasuki perairan Maluku, dan melakukan penyiksaan terhadap orang-orang Maluku serta menebang pohon cengkeh yang menjadi sumber mata pencaharian utama mereka.
Dari tindakan orang-orang belanda itu, maka  pada tahun  1637  pemimpin perlawanan Rakyat Maluku, Ahmad  Liekawa yang bergelar Kapitan Telukabessy mengutus seseorang menghadap Raja Gowa Sultan Alauddin untuk minta bantuan menghadapi pasukan belanda di negerinya.
Dari permintaan Kapitan Telukabessy itu, Sultan kemudian mengutus tiga Tubarani, yakni Karaeng Tuliisi, Karaeng Jipang dan Karaeng Manggappa. Ketiga pimpinan pasukan ini masing-masing memimpin beberapa pasukan yang terdiri dari puluhan perahu perang. Mereka bergerak menuju Maluku, terutama di daerah Kerajaan Morella.
Sesampainya di daratan Maluku (Morella), pemimpin perlawanan Rakyat Maluku Kapitan Ahmad Leikawa atau Kapitan Telukabessy langsung menyanbut hangat hedatangan pimpinan pasukan dari Kerajaan Gowa. Mereka mengajak ke markas untuk mengatur penyerangan terhadap tentara belanda yang telah lama ber bercokol di daerah itu.(Majalah Sureq, Seni dan Budaya, hal 7).
Dari perlawanan rakyat Maluku dibawah pimpinan Kapitan Telukabessy dibantu pasukan dari Kerajaan Gowa pimpinan Karaeng Tulisi, Karaeng Jipang dan Karaeng Manggappa, membuat pasukan belanda kewalahan menghadapinya.  Pasukan Kerajaan Gowa selain banyak menyebar di  daratan, juga sebagian  berada di perairan untuk mematahkan perlawanan  kapal perang belanda  di perairan Maluku. Mereka saling membombardir, sehingga banyak menelan  korban kedua belah pihak.
Perang di Morella itu terkenal dengan nama perang Kapahaha yang berlangsung selama  9 tahun. Dimulai  dari tahun  1637 yakni saat pengepungan kapahaha dan pendirian markas VOC di Teluk Sawatelu. Perlawanan demi perlawanan dilakukan dalam menghadapi kaum penjajah.  Yata Pori, salah seorang perempuan yang ditugaskan mengintai pasukan belanda oleh Telukabessy berhasil ditangkap oleh pasukan Belanda. Pasukan Belanda kemudian mengintrogasi Yala Pori  untuk mengetahui persembunyian pimpinan pasukan Rakyat  Maluku  Kapitan Telukabessy.
Dari hasil introgasi, akhirnya Yala Pori buka mulut. Dalam Kapata (syair) diceritakan, puncak peperangan, ketika penjajah melakukan agresi milkiternya selama  tujuh hari tujuh malam. Akhirnya pada 27 Juli 1646 Belanda berhasil menyerang dari laut dengan dentuman meriam dari kapal perang, sedang di sekitar benteng, pasukan belanda juga melakukan tekanan. Pertempuranpun berlangsung sengit. Dalam detik-detik terakhir,   ketika beteng tidak memungkinkan untuk dipertahankan, maka  pimpinan pasukan Kapitan Telukabessy memerintahkan pada  pasukannya untuk mundur guna menyusun kekuatan kembali melawan belanda.
Tapi sayangnya, disaat pasukan Maluku bersama pasukan  dari kerajaan Gowa  mundur dari Benteng, Belanda berhasil menyerang Kapitan Telukabessy dan berhasil menangkapnya.  Kapitan Telukabessy kemudian ditahan dan akhirnya dijatuhi hukuman mati.
Ketika Kapitan  Telukabessy menghadapi regu tembak, maka istrinya Putijah (Orang belanda) sempat melindungi suaminya dan memasang badannya, sehingga tembakan dari serdadu belanda bukannya mengenai  Trelukabessy, tetapi yang kena adalah istrinya Putijah.
Cerita tentang istrinya Putijah, berawal ketika  salah satu kapal perang belanda dibawah pimpinan Kapten Yacob  yang membawa kapal perang Verheijdem tenggelam di perairan Maluku karena  serangan badai yang sangat dahsyat.  Diatas kapal itu,  ada putri kapten Yacob bernama Caroline. Putri  Caroline ini sempat diselamatkan oleh nelayan Maluku. Caroline kemudian dinikahi oleh Ahmad Leikawa atau Kapitan Telukabessy  dan kemudian masuk Islam berganti nama menjadi Putijah. Putijah  adalah orang asing pertama yang menjadi pahlawan rakyat Maluku. Karena ia  rela mengorbankan nyawanya demi melindungi suaminya dan kemerdekaan rakyat Masluku pada umumnya.
Disaat  melihat istrinya Putijah mati bersimbah darah, maka  Telukabessy berupaya untuk menyelamatkan diri  dan masuk ke hutan. Ia memang sangat rindu  sama istrinya, akan tetapi ia juga bisa mati konyol, kalau   ia tinggal menolong istrinya. Ia relakan istrinya menghadap Ilahi, sambil ia menyelamatkan diri untuk kemudian menyusun strategi untuk melakukan balas dendam.
Larinya Kapitan Telukabessy ini, membuat Belanda  menyusun strategi.  Belanda kemudian mengarahkan pasukannya ke Kapahaha untuk menangkap semua penduduk dan kapitan yang ada disana. Belanda menawan nya di  Sungai Sawa  Tellu. Belanda kemudian menyebarkan berita, bila Kapitan Telukabessi tidak menyerahkan diri, maka semua tawanan akan  dibunuh.
Berita itu sempat didengar oleh  Telukabessy, dan pada  Tgl 19 Agustus 1646  Kapitan Telukabessy menyerahkan diri pada pasukan belanda , sebagaiu tebusan pembebasan tawanan perang. Telukabessy kemudian dijatuhi hukuman gantung pada  13 September 1646 di benteng Vicvtoria Ambonia. Iapun gugur sebagai pahlawan yang selama hidup/nya banyak membela rakyat  Maluku dari kekejaman kaum penjajah.
Disaat perpisahan terakhir antara Kapitan  Telukabessy  yang sedang berada di tiang gantungan dengan  tawanan  Kapahaha  yang sudah dibebaskan, karena adanya penyerahan diri  Telukabessy, maka rakyat Kapahaha sangat prihatin. Mereka   sering mengaktualisasikan keprihatinan itu pada  pahlawannya  Kapitan Telukabessy dengan cara memukul sapu lidi antar sesamanya.  Pukul sapu lidi ini kemudian  diangkat  menjadi sebuah tarian khas rakyat Morella dengan nama Tari Menyapu.
Para Kapitan dan  Malesi yang turut membantu perang Kapahaha kemudian kembali ke negerinya masing-masing, antara lain ke Huanuai di Pulau Buru,  Iha Ulu Pali di Saparua,  Hulawau di Nusa Laut,  Kaibobu,  Tuhulele,  Tambilou,  dan Manusela di Seram, dan Karaeng dari Kerajaan Gowa dan Mataram. Hio-hio-hio laha kona. Yuna wali waia tita laina. Nahu mata waya salele basudara ( kenangan rasa cinta kasih saat berpisah, yang berasal dari Pulau Ambon berjalan kaki, dari seberang lautan pulang naik perahu, menyeberang menuju tempat lahirnya, bercucurlah air mata sambil saling memeluk.
Begitulah senandung nyanyian Kapata tentang perpisahan di Sawa Telu  seperti yang termuat dalam kumpulan Kapata Lani Nusa  Lani Lisa. Sulaeman Latukau kemudian ditulis ulang oleh Hans Straver. Kumpulan  Kapata ini kemudian diterbitkan dengan menggunakan tiga bahasa yakni Inggeris, belanda dan Indoesia.
Pada 15 Juli 1639  Raja Gowa Sultan Aauddin wafat, beliah digantikan oleh putranya Sultan Malikussaid berpasangan dengan Mangkubumi  I Mangadacinna Daeng Sitaba Karaeng Pattingalloang.
Dimasa  Pemerintahan Sultan Malikussaid, Gowa mencapai puncak kejayaannya. Pada masa itu, Gowa memasuki masa keemasan (golden age). Saat itu bandar niaga  di Sombaopu menjadi bandar niaga internasional yang telah banyak dikunjungi oleh pedagangang dari berbagai negara didunia ini. Pada masa itulah,  Kota Makassar menjadi Kota dunia.
Disisi lain belanda terus memperbaharui perjanjian dengan Gowa untuk ingin menguasai perdagangan  terutama di daerah Maluku.  Dalam perjalanan, ternyata  Belanda melanggar perjanjian. Gowa mengadakan konfrontasi langsung dengan belanda yang melakukan tindakan  secara tidak manusiawi terhadap rakyat Maluku serta melarang  kapal-kapal Makassar untuk berlayar di Maluku.
Pada 5 November  1653 Sultan Malikussaid wafat setelah 16 tahun lamanya berkuasa., Beliau digantikan oleh putranya bernama I Mallombasi Daeng Mattawang Sultan Hasanuddin berpasangan dengan Mangkubuminya Karaeng Karunrung. Pada masa pemerintahan Sultan Hasanuddin, tidak memberi kesempatan pada belanda untuk  melakukan kerjasama, karena ia tahu betul politik Belanda yang ingin menguasai perdagangan di Gowa maupun Maluku.
Pada 25 Oktober 1655 Belanda mengutus  Willem Matsukiker bersama Choja Sulaemana menghadap Sultan membawa pesan damai, tetapi ditolak. Nanti pada 17 Agustus 1660 Sultan menyetujui perjanjain perdamaian  sebanyak  26 pasal. Gowa diwakili oleh Karaeng Popo sedang belanda diwakili oleh Dewan Hindia belanda Van Oudshoon didampingi Panglima Perang Hindia Belanda  Mayor Van Dam di Batavia.
Kenyataannya,  Belanda sendiri yang melanggar perjanjian itu, karena belanda melarang  orang-orang Makassar berldagang di Banda maupun Maluku,Gowa akhirnya menolak perjanjian itu. Wakau belakangan belanda terus menawarkan perjanjian perdamaian, tetapi selalu ditolak oleh Raja Gowa.
Belanda putus asa,  Belanda melakukan penyiksaan terhadap Rakyat Maluku, dan banyak menebang pohon cengkeh, sehingga rakyat Maluku kehilangan mata pencaharian.
Dari tindakan belanda di Mauku itu, sehingga Kimelaha Majira, salah seorang pemimpin perlawanan Rakyat Maluku yang sangat disegani oleh Belanda (VOC) datang menghadap Raja Gowa Sultan Hasanuddin. Ia  bermaksud minta bantuan pasukan dalam rangka menghadapi armada perang belanda di perairan Maluku dibawah pimpinan Laksamana De Vlamingh van Outshorn.
Apa yang diminta oleh Kimelaha Majira itu, disetujui oleh Sultan. Raja Gowa kemudian memerintahkan pada Panglima perangnya untuk siap-siap berangkat ke perairan  Maluku untuk menghadapi Belanda.Rombongan  pasukan terdiri dari 30 perahu yang bergerak menuju perairan Maluku (Ensiklopedi Sejarah Sulsel, hal 213).
Dari rangkaian peristiwa yang terjadi di Maluku pada zaman kerajaan silam.dimana hampir setiap peperangan,  pasukan dari Kerajaan Gowa selalu ikut serta didalamnya. Ini berarti, pada abad 16 dan 17 siulam Gowa menjadi pelindung   rakyat Maluku dari  keberingasan kaum penjajah belanda yang ingin menguasai perdagangan rempah-rempah di negeri  seribu pulau itu.

Untuk lebih  mempererat persahabatan antara Sulawesi Selatan khususnya Gowa sebagai daearh bekas kerajaan, dan Maluku , maka pada acara pesta adat di Kerajaan Morella, Pemerintah Propinsi Maluku telah mengundang beberapa wakil daerah bekas kerajaan di nusantara ini, diantaranya adalah Kerajaan Gowa yang diwakili oleh putra Raja Gowa ke 36 Andi Kumala Idjo. *(Z.tika).,

Penulis: Zainuddin Tika 

5 Responses so far.

  1. Assalamualaikum saudara ku Zainuddin....kagum sekali rasanya dengan tulisan ini...namun untuk memperkaya referens,i saya menyarankan untuk mempelajari link2 ini sbb: http://mamala-amalatu.blogspot.com/2015/08/latar-belakang-sejarah-negeri-mamala.html dan http://mamala-amalatu.blogspot.com/2015/08/selayang-pandang-sejarah-negeri-mamala.html

  2. terima kasih, atas komentar dan saran yang telah anda berikan kepada saya. insha Allah rencanax nnti saya akan melakukan penelitian di Morella akhir bulan oktober 2015..

  3. Assalamualaikum...saudaraku Zainuddin...senang sekali kiranya jika saudara dapat membaca link dibawah ini untuk mendapatkan cerita yg sesungguhnya...http://mamala-amalatu.blogspot.co.id/2015/09/arogansi-dan-mitos-kapahaha-di-tanah.html dan http://mamala-amalatu.blogspot.co.id/2015/09/cinta-segitiga-telukabesi-putidjah.html serta http://mamala-amalatu.blogspot.co.id/2015/12/stadion-mini-hatusela-sebagai-prasasti.html

  4. Artikel sangat menarik dan bermanfaat bagi generasi penikmat sejarah...

  5. New Jersey - Casinos & Gambling - JtmHub
    All the casinos in NJ 보령 출장샵 offer slots, bingo, roulette, poker, 서울특별 출장샵 blackjack and online 여주 출장샵 scratch cards. New Jersey's 포항 출장마사지 no-frills and casinos are available. 김천 출장마사지

Leave a Reply