I Tolo’ Daeng Magassing Si Pitung dari Tanah Mangkasara





Tokoh pejuang lagendaris hampir terdapat di setiap daerah. Kalau di  Batavia dulu, kini  Jakarta, terkenal  dengan si Pitung, salah seorang  sosok pejuang orang-orang Betawi yang sangat gigih melawan Belanda, maka di Tanah Mangkasara juga ada pejuang lagendarisnya, yakni I Tolo’ Daeng Magassing juga sangat gigih melawan Belanda.
Antara  Si Pitung dan I Tolo’ sama-sama memiliki  keahlian dalam membela bangsanya dari belenggu kaum penjajah. Keduanya  sangat berani mengdapai serangan tentara Belanda, memiliki kekebalan tubuh dari senjata tajam maupun senjata api, jago silat, jago berkelahi dan kemanapun ia berada, sellau banyak  pengikutnya, karena keduanya adalah pembela  tanah air yang ingin melihat bangsanya terbebas dari belenggu penjajahan. Walaupun Belanda mencapnya  sebagai penjahat yang sangat berbahaya,  yang dalam bahasa Makassari  terkenal dengan istilah Pagorra Patampuloa.
Pada tahun 1908 silam,  I Tolo’ Daeng Magassing adalah  anak dari salah seorang petani dari Kampung Parapa (perbatasan  Desa Tinggimae Gowa dan Desa Pakkaba Takalar).Dalam kehidupan sehari-harinya, sebagai seorang petani,  I Tolo’ selalu membantu ayahnya bertani di sawah, juga mengembala kerbau. Dan pandai bergaul dengan sesama teman sebayanya. Ketika  menjelang sore, I Tolo’ bersama rekan  gembalanya mengambil kerbaunya untuk masuk kandang.
Sejak kecil, I Tolo memang  terkenal sebagai seorang pemberani. Ayahnya  I Kade sebagai seorang jago silat di kampungnya telah mewariskan  ilmu  bela diri itu kepada anak-anaknya. Sosok sebagai pemberani itulah, sehingga ayahnya memberi gelar sebagai I Tolo’. Tolo; dalam  bahasa Makassar berarti orang yang diberi tugas sebagai peran utama dalam memberantas kejahatan. Seperti halnya dalam film koboy, ada salah seorang tokoh pemberani yang bertugas sebagai pemeran utama, itulah yang disebut Tolo’.. Karena anaknya  sebagai seorang pemberani, maka  kedua orang tuanya sepakat memberi nama pada anaknya  dengan nama i Tolo’ Daeng Magassing artinya tokoh yang memegang peran utama dalam memberantas kejahatan dan sangat kuat  .
Belanda saat itu sering mengitimidasi    rakyat kecil, khususnya kaum petani dan nelayan yang dirampas hartanyua demi kepentingan kaum penjajah. Bukan saja mengambil harta,  belanda juga telah banyak mengintimidasi  rakyat pribumi bahkkan ada yang dibunuh secara kejam. Tindakan belanda  yang sangat  kejam itulah membuat, I Tolo; bangkit untuk melakukan perlawanan.
I Tolo’ kemudian menggalang kekuatan dengan rekan seperguruan silatnya yang pernah dibina oleh ayahnya, jumlah anggotanya kurang lebih 40 orang. Dari kekuatan itulah, pasukan I Tolo' kemudian bergerilya masuk hutan. Setiap melihat ada tentara belanda yang melakukan patroli, I Tolo selalu menghadangnya. Setelah musuh tak berdaya, I Tolo’ dan kawan-kawannya  lalu merampas  senjatanya untuk menambah kekuatan persenjataan mereka..
Tindakan sabotase yang telah dilakukan itu, membuat nama I Tolo semakin terkenal di masyarakat . Nama I Tolo’ menjadi bahan pembicaraan  dimana-mana, karena ia melakukan tindakan yang sangat berani melawan kaum penjajah, walau ia   berasal dari  rakyat petani miskin.
Ketika  I Tolo’ bergerilya di daerah Bajeng, ia bertemu  dengan dua orang pejuang dari Kerajaan Bajeng,  namanya I Basareng danI Rajamang. Trio pendekar Tolo’, Rajamang dan Basareng ini  sepakat untuk  meningkatkan serangan yang lebih dahsyat lagi. Rencananya akan melakuklan sabotase dengan jalan memasang dinamit pada jalur kereta belanda yang mengangkut barang atau hasil bumi dari Takalar menuju kota Makassar. Dinamit itu dipasang di  rel kereta di daerah Kalokko Boka. Dinamit  hasil rampasan dari tentara belanda itu kemudian dipasang. Dari jauh terdengar suara kereta yang lewat. Ketika  kereta itu menginjak dinamit, kontan meledak bagai bom yang memiliki daya ledak yang sangat dahsyat. Keretapun terbalik dan beberapa tentara belanda  yang ada dalam kereta itu terguling, ada yang mati ada juga yang luka. Kesempatan itu dimanfaatkan oleh  I Tolo’ untuk menyerang musuh yang sudah tak berdaya kemudian merampas senjatanya.
Kekuatan pasukan Patampuloa di Bajeng yang dipimpin  oleh I Tolo Daeng Magassing bertambah kuat, karena pasukan dari daerah itu terkenal keberaniannya dan kemahirannya dalam  bela diri. Di  Bajeng memang ada tempat untuk menggodok  para pemuda menjadi seorang  pemberani (Tubarani) yakni di Bungung Barania. Di lokasi itulah, para pemuda setelah mahir dalam  bela diri silat atau manca, mereka  mandi di sumur bertuah (Bungung Barania.
I Tolo yang sudah memiliki ilmu bela diri dari ayahnya I Kade. Kemudian diperdalam pada perguruan silat di Bungung Barania. Tak ada kesulitan bagi I Tolo dalam menerima ilmu bela diri di Bungung Barania. Ia  sangat mahir dan membuat kawan seperjuangannya kagum  pada dirinya.  Dari hasil pelatihan itulah, I Tolo kemudian dipercayakan untuk memimpin salah satu devisi 40 orang prajurit kerajaan Bajeng yang berjumlah  40 orang pasukan Tubarani.
Setiap prajurit Bajeng yang akan berangkat ke medan laga, mereka  melakukan upacara ritual di bungung Barania. Setelah prajurit  usai mandi di bungung Barania, maka dikibarkanlah bendera jole-jolea, Konon kabarnya bendera jole-jolea ini  sering menantang arus angin, sebagai pertanda bahwa prajurit pasukan Patampuloa Ri Bajeng akan memenangkan pertempuran. Demikian halnya pimpinan pasukan Patampuloa yang dipimpin oleh I Tolo Daeng Magassing, mereka sudah terlatih dan  berani menghadapi serangan dari tentara belanda. Serangan gerilya maupun sabotase  yang dilakukan  di berbagai tempat membuat belanda bingung menghadapinya.
Onjoki Tubajeng....!!! merupakan motto keberanian bagi orang-orang Bajeng dalam menghadapi musuh di medan laga. Mereka pantan menyerah, walau dalam kondisi apapun.  Mereka memilki semangat Toddopuli yang merupakan tekad bagi prajurit Bajeng untuk pantang mundur sebelum membawa kemenangan. Semangat toddopuli itulah yang dimliki oleh I Tolo daeng Magassing dan kawan-kawannya.
Dari peristiwa itu, Gubernur Jenderal belanda di Celebes naik pitam. Ia mengeluarkan ultimatun untuk menangkap I Tolo;’ dan kawan-awannya hidup atau mati. Barang siapa yang berhasil menangkapnya, mereka akan diberi hadiah sekian golden (mata uang belanda).
Ajakan belanda  kepada warga pribumi untuk menangkap I Tolo; dan kawan-klawannya disambut sinis oleh warga, karena warga pribumi beranggapan, bahwa tindakan I Tolo’ sudah benar dan mereka adalah pejuang pembela tanah air. Kenyataannya, rakyat malah mendukung perjuangan  I Tolo’ daeng Magassing untuk meningkatkan serangan gerilyanya.
Tak berhasil mempengaruhi rakyat pribumi, Belanda kemudian mencap I Tolo; sebagai   penjahat yang sangat berbahaya. Karena pasukan yang dipimpinnya kurang lebih 40 orang maka belanda memberi gelar pada I Tolo’ dengan gelar Pagorra Patampuloa (penjahat yang beranggotakan 40 orang).
I Tolo’ dam kawan-kawannya memang sering melakukan perampokan, akan tetapi yang dirampok bukanlah rakyat miskin atau rakyat kecil, akan tetapi orang-orang  kaya terutama orang-orang yang selalu mendukung tentara belanda dalam melakukan penindasan terhadap sesama bangsanya. Hasil rampokan itu dipergunakan untuk   kehidupan mereka selama  bergerilya dalam hutan.
Pasukan I Tolo yang setiap saat bertambah terus melakukan penghadangan terhadap pasukan belanda di berbagai lokasi. Tindakan  I Tolo’ tersebut  membuat pasukan belanda  kebingungan. Sebab untuk menangkapI Tolo’ sangat susah, karena  ia sangat lincah lari dan secepat itu pula ia menghilang dari kejaran. I Tolo’ dan kawan-kawannya memang menguasai medan dalam hutan,  dibanding dengan tentara belanda. Kalau terjadi serangan di hutan, pasukan I Tolo dapat dengan mudah menghilang dari sergapan tentara belanda.
Sejak menjadi pejuang,. I Tolo’ dan kawan-kawan  hidupnya memang lebih banyak bergerilya di hutan-hutan. Mereka  sering berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lainnya, akan tetapi sewaktu-waktu keluar kota menghadang tentara Belanda.
Merasa kewalahan menghadapi pasukan I Tolo, Belanda kemudian  menambah pasukannya untuk memburu pasukan I Tolo yang ada di hutan-hutan. Dari hasil penyisiran pasukan belanda itu,  pasukan I Tolo satu per satu  ditangkap, namun banyak juga pasukan Belanda yang menemui ajalnya di tengah hutan, karena  dihadang..
Sepandai-pandai tupai meloncat, akhirnya terjatuh juga. Keahlian yang dimiliki oleh I Tolo dan kawan-kawannya untuk melakukan serangan gerilya di berbagai tempat, akhirnya tertangkap juga. I Tolo Daeng Magassing bersama dua orang rekannya, yakni I Basareng dan I Rajamang ikut ditangkap di  persembunyiannya di sebuah kawasan hutan. Walau saat itu I Tolo dan kawan-kawannya melakukan  perlawanan, tetapi sia-sia, karena jumlah pasukan Belanda jauh lebih banyak, apa lagi ia sudah dikepung empat penjuru.
Tak ada yang bisa diperbuat oleh I Tolo dan kawan-kawannya, kecuali menyerah. Ia  merelakan dirinya ditangkap kemudian digiring ke tangsi belanda yang ada di Limbung. Pasukan belanda kemudian menyebar isu, bahwa  I Tolo  tak lebih  seorang penjahat kelas kakap yang selama ini sangat meresahkan masyarakat.. Tujuannya  untuk menanamkan kebencian masyarakat pada I Tolo bahwa ia adalah penjahat yang  sangat ditakuti. Dengan ditangkapnya I Tolo, maka amanlah daerah.
Walau Belanda terus melakukan propokasi  ke masyarakat, namun sebagian besar masyarakat Gowa tak percaya akan provokasi itu, malah mereka menganggap  I Tolo Dg Magassing itu adalah pahlawan mereka, karena banyak melakukan perlawanan terhadap belanda yang selama ini menjajah negeri kita, juga banyak membela rakyat kecil dari kekejaman  kaum penjajah.
Merasa tak dihiraukan, pasukan belandapun melakukan teror mental kepada masyarakat . Mereka lalu menembak mati  I Tolo Daeng Magassing beserta kedua  rekannya itu yakni I Basareng dan I Rajamang. Ketiganya mati tertembak di depan regu tembak Belanda.
Setelah ketiganya tewas, Belanda kemudian mengarak jasad ketiga korban itu keliling kampung dan memperlihatkan kepada masyarakat, bahwa ketiga orang itu adalah penjahat yang   selama ini sangat meresahkan masyarakat, kini negeri  sudah aman. Siapapun yang mencoba melakukan kejahatan seperti I Tolo; dan kawan-kawannya, akan mengalami nasib seperti ini.
Dari teror mental yang dilakukan oleh pasukan belanda tersebut, membuat masyarakat ketakutan. Aksi pemberontakan pada saat itu makin berkurang. Ketakutan masyarakat itulah, membuat Belanda semakin bebas malakukan aksinya. Aksi yang dilakukan oleh I Tolo dan kawan-kawannya, hanya terbatas pada  golongan tertentu, khususnya pada pasukan pribumi  yang pro Belanda, tetapi aksi pasukan belanda  adalah merampas harta benda milik masyarakat,  baik yang kaya maupun miskin , terutama hasil bumi, lalu mereka kirim ke negaranya. Tindakan keji seperti inilah yang dilakukan oleh belanda selama kurang lebih 350  tahun.
Setelah  jasad I Tolo sudah dipertontonkan keliling kampung, jasadnya kemudian diserahkan pada keluarganya di Parapa.  I Tolo’  kemudian dimakamkan di kampung kelahirannya itu. Walaupun I Tolo’ sudah tiada, namun berkat keberaniannya melakukan aksi perlawanan terhadap Belanda, namanya kini  telah melegenda,. Bagai si Pitung dari negeri Betawi.
Ketika masih hidup dan aktif melakukan pemberontakan terhadap pasukan Belanda, I Tolo’ Daeng Magassing memang tidak pernah berpesan kepada anak cucunya, agar kelak setelah meninggal dijadikan sebagai pahlawan, akan tetapi aksi yang  ia lakukan memang pantas menjadi suri teladan dalam membela bangsa dan negara ini dari  campur tangan orang-orang asing.  Kini kaum penjajah sudah dienyahkan dari bumi pertiiwi, kita sudah  menikmati kemerdekaan dan bangsa Indonesia sudah berdaulat penuh. Tetapi apa bentuk penghargaan dari pemerintah terhadap pahlawan kusumah bangsa yang rela mengorbankan nyawanya demi kehidupan anak cucunya kelak. Namun hingga kini belum ada upaya dari pihak pemerintah untuk memberikan penghargaan kepada I Tolo. Namanya kini seorlah-olah tenggelam dan sudah terlupakan olh generasi kini. Lebih-lebih generasi akan datang. (z.tika)*

Leave a Reply